Testimoni
Tiada dosa yang paling indah selain dikejar deadline jadwal posting di Klinik Menulis. Itu luar biasa menarik. Berusaha menyempatkan waktu ikut diskusi pada setiap karya yang di-posting. Berkenalan dengan kawan-kawan baru, semoga saja tidak ada niatan lain seperti berkenalan dengan jodoh baru. Hehe. Klinik Menulis adalah warna baru dalam hidupku selepas aku lulus dari bangku kuliah. Rutinitas kerja yang begitu menjenuhkan jangan sampai membuatku menjadi robot bernyawa. Klinik Menulis adalah nutrisi jiwaku dengan warna-warninya. Aksara yang kaueja itu adalah luapan kegelisahan hati dan pemikiran. Maka bacalah pula dengan hati dan pikiran agar kau mampu menulis dengan rasa tanpa paksaan (Yasimini).
Aku percaya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Setiap kejadian, seluruh keadaan sudah ada tulisannya. Termasuk hobiku menulis yang tidak pernah aku inginkan. Tiba-tiba saja sebab itu ada. Dan dari sebab itu terus berkelanjutan hingga sekarang. Dan kini, di sinilah aku, bersua kawan-kawan baru yang diberi hobi sama denganku oleh Yang Maha Memiliki Cerita. Juga tiba-tiba saja. Apakah itu kebetulan ketika seorang kawan mengajakku bergabung di Klinik Menulis ini? Aku bersyukur dipertemukan dengan kawan-kawan hebat yang telah menggeluti dunia literasi lebih lama dariku. Aku banyak belajar dari mereka, tentang diksi dalam cerita, tentang manipulasi kata-kata. Khususon kepada sohibul bait, Kang Encep Abdullah, yang telah dengan senantiasa mendampingi perjalanan bahkan ketika kami (aku) ogah-ogahan. Benarlah nasihat berkumpul dengan mereka yang sejalan akan menguatkan. Tentulah yang namanya pasang surut pasti ada. Sehingga sekian waktu menjauhi yang seharusnya semakin didekati. Tapi berhenti berkarya bukanlah cara mereka yang diberi kesempatan untuk bercita-cita. Bagaimanapun, kisah di esok pagi harus ada yang menuliskan agar bisa dirasakan indahnya esok dan esoknya lagi (M. Alfi H.).
Selama saya bergabung di grup, saya banyak belajar meskipun tak saling kenal satu sama lainnya. Tinggal pribadi saya saja yang masih sulit untuk memulai menulis. Sudah sering sekali Pak Encep ngoceh kepada saya. Namun, memag saya yang harus berbenah diri untuk kembali menulis. Sesuai dengan naman grupnya, Klinik Menulis. Tetaplah berkarya. Sebab, kesuksesan itu melalui proses. Dan, semoga kita bisa saling sapa di suatu saat nanti (Rofif Syuja' Mu'tasyim).
Bergabung dan menjadi salah satu anggota di Klinik Menulis adalah sebuah anugerah untuk saya yang sering kali terjebak problematis dalam hal tulis-menulis, terutama berkenaan dengan tingkat motivasi dan kesadaran yang rendah untuk bisa konsisten dalam berkarya. Banyak hal baru yang mungkin tidak bisa saya dapatkan di tempat lain, yang tentunya sangat memengaruhi perjalanan literasi dalam hidup saya. Pun teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, mereka adalah orang-orang yang luar biasa, yang sedikit-banyaknya memberikan cambukan semangat kepada saya untuk bisa mengejar capaian dari mereka. Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman, khususnya guru saya, yaitu Pak Encep Abdullah. Semoga dengan adanya wadah ini, kita bisa menghargai keberadaan diri dengan terus berkarya (Faridatun Hasanah).
Mungkin saya beruntung bisa kenal dengan Kang Encep, dan dari sana saya bisa masuk ke dalam komunitas WhatsApp Klinik Menulis #1. Alhamdulillah, Allah swt. memberikan sebuah jembatan bagi saya yang lagi haus akan sebuah ilmu. Dengan adanya Klinik Menulis, haus saya sedikit terobati dengan ilmu yang diberikan dan motivasi agar lebih baik lagi dan tidak cepat menyerah. Semoga Klinik Menulis tidak hanya bertemu di dunia maya WA. tetapi juga ke depannya bisa bertemu di dunia nyata dan bisa menjalin silaturahmi lebih erat lagi (Asep Dani).
Saya bersyukur karena diizinkan bergabung dengan Klinik Menulis karena di komunitas ini saya dibimbing oleh guru yang kompeten dan peduli serta kenal dengan teman-teman yang luar biasa. Meski terkadang malu karena lalai dengan tugas dan kalah rajin dalam berkarya, tapi saya yakin bahwa tetap berada di Klinik Menulis baik untuk stabilitas motivasi menulis saya. Terima kasih kakak guru dan teman-teman. Semoga kita semua semakin tekun menulis hal-hal yang bermanfaat bagi sesama. Amin (Siti Bagja Muawanah).
Sungguh, awalnya hanya mencoba-coba untuk bergabung di grup WA Klinik Menulis. Sebelumnya tidak pernah tebersit untuk menyukai dunia tulisan. Namun, kini malah menjadi candu. Syahwat menulis ini semakin kuat ketika saya bertemu teman- teman yang gigih dan tak pantang arah untuk belajar dan berbagi dalam menyelam di dunia tulisan. Lebih asyiknya lagi, kita selalu diberi kesempatan untuk saling berkomentar, saran, dan kritik terhadap tulisan yang diunggah ke grup. Dan lebih kerennya lagi, walau tidak bertatap muka, ternyata cukup efektif dan bermanfaat dalam mengobati pikiran yang 'sakit' akibat gejala susah menulis. Ditambah ada Pak Encep Abdullah yang setia menjadi tutor-- sekaligus pendiri Klinik Menulis-- dan tidak pernah lelah untuk memberi kepercayaan kepada kami bahwa menulis itu adalah hak atas segala keresahan dari pikiranmu, jangan hiraukan salah dan benar, yang terpenting mau giat baca, mau belajar, dan mulailah menulis (M. Syahril Romdhon).
Bersyukur banget bisa dapat kuoata peserta untuk nongkrong sambil belajar di grup ini meskipun dari awal gabung sampai saat ini masih saja jadi newbie. Soal bantai-membantai, karya suhu Encep dan kawan-kawan yang lain, jangan ditanya, mungkin tulisan saya yang paling banyak dibantai karena di bawah rata-rata. Tapi, berkat masukan dan kritikan dari mereka, saya jadi semakin tahu tentang pentingnya memperbaiki tulisan agar pesan dan keindahannya mudah sampai kepada pembaca. Harapan saya mudah-mudahan benih semangat berkarya teman-teman klinik menulis semakin tumbuh subur. Semoga bisa kopdar sekalian jalan-jalan ke rumah Joe di Papua (Dwi Zayanti).
Alhamdulillah selama belajar bersama di Klinik Menulis asuhan Encep Abdullah, pengetahuan saya tentang dunia menulis, terutama puisi dan cerpen makin bertambah. Ruang belajar itu juga menampung kawan-kawan yang sangat luar biasa. Semoga Klinik Menulis tidak padam oleh apa pun. Semoga akan ada generasi selanjutnya dan selanjutnya yang meneruskan tekad dan semangat kami. Harapan terbesar saya mudah-mudahan kita semua dapat berkumpul dalam dunia nyata (Ahmad Irfan Fauzan).
Menulis baginya adalah sebuah napas, di dalamnya terkandung proses dan sirkulasi untuk terus belajar dan semakin baik dari ke hari. Untuk itu, pertemuan dengan komunitas Klinik Menulis asuhan Encep Abdullah merupakan sebuah anugerah yang tidak terkira. Dari kesempatan tersebut lah lelaki yang kini berdomisili di Bandung ini mendapat pembelajaran untuk mengasah karyanya agar semakin tajam dan berkualitas (M. Ginanjar Eka Arli).
Mengenal Klinik Menulis adalah anugerah bagi saya. Dari klinik ini, saya bisa semangat lagi menulis dan mengirimkan karya (terutama puisi). Di klinik ini peserta lebih banyak praktik dan Encep Abdullah sebagai mentor sangat sabar membimbing. Semoga setelah ini saya bisa lebih produktif lagi. Amin. (Aris Rahman Yusuf)
Dari Klinik Menulis aku mengenal seni menulis dan adab menulis. Di bawah Dokter Encep semua sakit para penulis dari yang ringan sampai yang berat diobati habis-habisan. Semoga dengan adanya projek ini, dunia literasi semakin berkembang dan meningkat khusunya untuk penulis-penulis muda. Semoga bisa lebih baik lagi tulisan tulisanku. Terima kasih Dokter Encep. (Syamiel Dediyev)
Pamflet bertuliskan Klinik Menulis #5 telah dibuka membuat pikiran saya saat itu sedikit riuh, antara ikut atau tidak. Namun, Kang Encep Abdullah, sebagai mentor sekaligus inisiator dari Klinik Menulis #5 menguatkan hati saya dan menyuruh saya untuk coba mengikuti grup tersebut. Setelah saya ikuti Klinik menulis ini, banyak sekali hikmah yang bisa saya dapatkan. Dimulai dari kegemaran saya untuk membaca buku mengalami perubahan. Yang semula tidak suka membaca buku, sekarang semangat membaca buku tumbuh sedikit demi sedikit. Dan ternyata, setelah saya ikut Klinik Menulis #5, saya jadi tahu kemampuan menulis saya sudah sampai level apa. Bahkan, sampai Kang Encep bilang kalau saya sudah punya bakat menulis sebelum ikut ke grup ini. Entah, benar atau tidaknya. Atau jangan-jangan Kang Encep hanya mengompori saya saja agar terus semangat mengikuti grup ini sampai selesai. Perasaan senang melanda hati, saya diajari banyak hal dalam hal kepenulisan, terutama cerpen. Karena, beberapa peserta dari belahan dunia lain ikut meramaikan dengan jenis karya yang berbeda-beda. Ada yang belajar membuat puisi, esai, dan cerpen seperti saya. Secara tidak langsung, saya juga belajar tentang bagaimana membuat puisi dan esai. Tidak ada yang membikin suasana grup menjadi kacau. Hanya tutur kalimat dari Kang Encep dan teman-teman lainnya untuk memperbaiki penulisan agar tersusun indah dan rapi. Kalimat-kalimat itu adalah sebagai pemantik semangat agar sampai ‘purna’ masa tugas di dalam Klinik Menulis #5 ini. Saya ucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat, terkhusus untuk Kang Encep Abdullah selaku mentor. Semoga semua ilmu yang ditularkan bermanfaat untuk semua. Amin.(Fauzan Murtadho)
Saya sudah lama jatuh cinta dengan Klinik Menulis asuhan kang Encep Abdullah, waktu itu saya beranikan diri untuk melamarnya, namun saya ditolak karena dianggap sudah terlalu tua. Padahal saya masih muda, anak juga baru punya dua. Ketika kang Encep membuka Klinik Menulis #5, saya mencoba kembali melamarnya, tidak disangka saya diterima. Usut demi usut, orang-orang muda yang dulu pernah belajar di Klinik Menulis, yang Kang Encep harapkan bisa serius belajar, ternyata banyak yang mengecewakan dengan berbagai alasan. Mungkin pengalaman ini yang membuat Kang Encep berubah pikiran mau menerima saya belajar di Klinik Menulis. Biar tua asal setia. Gubrak! Motivasi saya ikut belajar menulis awalnya hanya untuk menemukan mementum semangat menulis saya yang sudah lama hilang. Karena sebelum ikut di Klinik Menulis pun saya sudah aktif menulis bahkan sudah membuat buku. Syukur alhamdulillah, niat saya tercapai, bahkan bukan hanya semangat saya yang kembali, di Klinik Menulis ini saya mendapatkan teman-teman sesama peserta Klinik Menulis #5 yang luar biasa. Lope buat kalian semua anggota Klinik Menulis #5. Di dalam grup WA Klinik Menulis #5, kami saling support, saling menguatkan. Meski tak jarang kang Encep menilai tulisan kami dengan penilaian yang kejam, seperti tulisannya jelek, kamu pemalas dan yang semacamnya. Kami tidak tersinggung justru kata-kata itu menjadi cambuk buat kami untuk terus belajar menulis. Hasilnya, enam tulisan saya hasil belajar bareng di Klinik Menulis #5 bisa masuk di koran harian Kabar Banten. Amin. (Najullah)
Ketika awal mau ikut di Klinik Menulis, aku merasa setengah hati dengan kesibukanku, tetapi dengan dorongan kuat aku masuk ke komunitas ini setelah melihat status K ang Encep "dibuka klinik angkatan 5". Dan bergabung aku mengikuti zoom dan berkomunikasi dengan kehawatiran beberapa kendala dengan aktivitas yang saya telah tekuni. Motivasi Kang Encep semangat lanjut tanpa melihat alasan-alasan yang ada di sekeliling kehidupanku. Akhirnya aku bergabung dan mendapatkan ilmu literasi yang masih dasar dengan mendapatkan kata motivasi "tulislah apa yang ada di dalam otak kita" itu motivasiku bisa lanjut di klinik angkatan 5 walau masih banyak PR yang harus aku bereskan. Terima kasih Kang Encep dengan motivasinya dan ilmu aturan-aturan penulisan yang baik yang aku dapatkan di klinik angkatan 5 ini, semoga berhasil menyelesaikannya. (Vela)
Saya sudah hampir dua tahun sekontak dengan Pak Encep Abdullah, beliau seorang sastrawan asal Banten. Setiap kali ia mengunggah mengenai buku, saya hanya bisa menonton saja. Pada suatu hari, ia membuka program Klinik Menulis. Masih sama, saya hanya menjadi penonton story -nya. Tidak membuat hati saya tergetar untuk mengikuti. Namun, ia memposting lagi program Klinik Menulis itu. Saya rasa ia serius untuk membagikan ilmunya secara cuma-cuma. Dari kekonsistenan Pak Encep dalam menulis itulah membuat jiwa literasi baca saya merasa dibangunkan. Lagian, ilmu itu mahal. Masa sih, dikasih yang gratis saja gak mau. Semoga Pak Encep dan keluarga selalu ada dalam lindungan-Nya. (Mela Sri Ayuni)
Kembali ke BERANDA
Komentar
Posting Komentar