Langsung ke konten utama

Mentor Klinik Menulis

MENTOR

Encep Abdullah, dilahirkan di Serang, 20 September 1990.  Karyanya berupa puisi, cerpen, esai tersebar di media lokal dan nasional. Beberapa kali memenangi lomba menulis dan mengisi ceramah kepenulisan. Pendiri #Komunitas Menulis Pontang Tirtayasa (#Komentar) dan Klinik Menulis, serta Dewan Redaksi NGEWIYAK.com. Mendapat Anugerah Sastra Dewan Kesenian Banten sebagai Penggerak Sastra Generasi Muda di Banten (2017). Bukunya yang sudah terbit di antaranya, Lelaki Ompol (Cerpen, 2017), Belajar Membaca Kegelapan (Esai, 2019), Dandan Kawin (puisi, 2019). Kesehariannya sibuk dengan urusan sekolah, penerbitan buku, dan suara-suara gaduh anak-istri minta jajan. Tinggal di Perum Puri Delta Kiara, Gang Edelweis, Blok DD 23, Kel. Kiara, Kota Serang. Kontak: WA 087771480255.

Lengkapnya bisa dibaca DI SINI!



Kembali ke BERANDA 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Klinik Menulis

Tentang Klinik Menulis Klinik Menulis merupakan komunitas literasi (WA) yang didirikan oleh Encep Abdullah pada 3 Desember 2016. Sebab-musabab didirikan komunitas ini adalah permintaan banyak pihak di medsos kepada Encep Abdullah. Akhirnya, Encep merenung dan memutuskan membuat grup menulis di WA. Maka, jadilah nama Klinik Menulis, terinspirasi dari grup sebelah, Klinik Bahasa.  Mulanya anggota Klinik Menulis terdiri atas anak muda berusia 17—25 tahun yang berasal dari berbagai daerah: NTB, Aceh, Papua, Cianjur, Bogor, Kalimantan, Banten, dan sebagainya. Memilih peserta anak muda karena mereka tidak sibuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan biar pekerjaan menulis bisa fokus. Lalu, stigma itu keliru. Ternyata, pelajar dan mahasiswa juga sama-sama sibuk layaknya mereka yang sudah berkeluarga. Kendala mereka sangat klasik: lupa, malas, tidak konsisten menulis. Klinik Menulis sudah mengarsipkan empat buku: Telolet, Puisi, dan  Kerikil Sepanjang Jalan (Angkatan #1, 2017), Nun dan...

Cerpen Fauzan Murtadho | Apakah Kita Benar-Benar Sudah Merdeka?

Matahari telah memancarkan cahayanya. Sinarnya menghangatkanku yang sedang duduk santai di teras rumah. Anakku, yang usianya masih lima tahun menghampiri dan ikut duduk di sampingku. Ia menatap wajahku, dan aku membalas tatapannya. Beberapa kata keluar dari mulut mungilnya. “Pak, hari ini kita makan, gak?” tanyanya dengan suara lirih dan bibir yang memucat. Pertanyaan sederhana itu membuat hatiku terenyuh, mengguncang ketenanganku. Aku masih mengingatnya dengan jelas. Tiga tahun lalu, ibunya — istriku meninggalkan kami. Ia pergi karena tubuhnya tak kuat lagi menahan lapar. Hipoglikemia dan malnutrisi telah merenggutnya, setelah sekian lama ia memilih mendahulukan kami daripada dirinya sendiri. Ketika kuajak makan bersama, ia selalu tersenyum, menjawab, “Ibu udah makan, Pak,” atau “Bapak duluan saja, Ibu nyusul.” Senyum itu masih jelas tergambar seakan baru kemarin ia mengucapkannya. Aku menyesal, kenapa dulu aku tidak memaksanya untuk makan bersama kami? Walau porsi makan hanya cukup u...

Rumah Bambu

  Puisi Aris Rahman Yusuf (Dimuat di nominaidekarya.com , 15 Okt 2024) Rumah Bambu Saat membersihkan rumah terlintas olehku tentang sebuah ingatan rumah bambu berdinding kata mutiara Di kamar tengah aku pernah tenggelam oleh banjir air mata sebab sebuah kepulangan Setelah kepulangan bayangan lesap kata-kata tergenggam erat dan, ketika lepas ia beraroma mawar Mojokerto, 9 Agustus 2024 Lengkapnya baca DI SINI! Biodata Penulis Aris Rahman Yusuf , pencinta bahasa dan editor lepas. Suka menulis puisi dan nonfiksi. Tulisannya pernah terbit berupa antologi, di media massa, dan di media daring. Dua buku puisinya yang sudah terbit, yaitu Ihwal Kematian Air Mata (buku puisi solo) dan Lelaki Hujan (buku puisi duet). Facebook: Aris Rahman Yusuf dan Instagram: @aryus04.